Rakor GTRA Kepri Fokuskan Percepatan Pelepasan Kawasan Hutan
3 min readBINTAN,sempenanews.com – Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Kepulauan Riau menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) GTRA Kepulauan Riau 2021 pada Rabu (01/09/2021). Rakor kali ini membawa 4 (empat) tema yaitu “Pelepasan Kawasan Hutan, Wilayah Permukiman di atas perairan, Kendala Penataan Aset dan akses di Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Penyelesaian Tanah Transmigrasi”. Rakor dilaksanakan secara daring dan luring di Natra Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dengan peserta terbatas dan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat.
Terkait dengan tema pelepasan kawasan hutan, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra pada kesempatan kali ini menyampaikan arahan Presiden RI, Joko Widodo yang begitu jelas, yaitu agar seluruh kampung atau desa dalam kawasan hutan diperjelas status tanahnya agar masyarakat memperoleh bantuan sosial dan hak-hak sipilnya. “Target Reforma Agraria dari kawasan hutan merupakan target pemerintah bukan target satu sektor tertentu, sehingga bisnis proses hulu ke hilir tidak boleh terpisah,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahwa dalam mekanisme pelepasan kawasan hutan terinspirasi dengan cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (STRANAS PK). Dalam hal ini, KPK sedang mendorong penataan batas kawasan hutan di seluruh Indonesia dan yang paling menarik di mana mengedepankan pola pikir bahwa penetapan kawasan hutan harus dengan persetujuan masyarakat. “Penting memulai dari pola pikir dengan kesadaran bahwa penetapan kawasan hutan harus melibatkan masyarakat dan rasanya bisa selesai masalah pelepasan kawasan hutan,” ucapnya.
Begitu juga dengan penyelesaian permasalahan pada tanah transmigrasi. Dalam hal ini, Surya Tjandra menuturkan dalam percepatan penyelesaian permasalahan tanah transmigrasi, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau setidaknya terdapat 4 (empat) hal di antaranya, pertama mengetahui kondisi eksisting di lapangan dan uji tipologi, kedua pembuatan rencana kerja penyelesaian tanah transmigrasi, ketiga diperlukan dukungan regulasi dan yang terakhir dukungan anggaran.
“Kita perlu melakukan pemeriksaan data di lapangan serta melihat ketersediaan data spasial atau fisiknya seperti bentuk, luas dan letak serta data yuridisnya. Ini merupakan langkah kita untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan, kemudian bisa dikaitkan dengan tipologi permasalahan yang ada. Sementara, dalam dukungan regulasi dibutuhkan inventarisasi regulasi yang menjadi penghambat atau ruang-ruang yang membutuhkan instrumen hukum baru untuk penyelesaian permasalahan transmigrasi,” tambahnya.
Mendukung percepatan penyelesaian tanah-tanah transmigrasi di Provinsi Kepulauan Riau, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, pada Kementerian Desa, PDTT, Aisyah Gamawati yang hadir secara daring menerangkan terkait lahan transmigrasi di Natuna yang masuk ke dalam kawasan hutan. “Di Natuna saat ini pelepasan lahan transmigrasi yang masuk kawasan hutan sekitar 1.712 hektare sedang berproses dan direncanakan September ini sudah ada rekomendasi dari Kementerian LHK. Kalau permohonan dikabulkan kita sudah siapkan anggarannya, anggaran untuk beban SHM (Sertipikat Hak Milik) sudah disiapkan,” terangnya.
Provinsi Kepulauan Riau memiliki desa/kelurahan pesisir terbanyak di Indonesia yang mana 96% wilayah Kepulauan Riau adalah perairan dan hanya sekitar 4% berupa daratan. Upaya percepatan legalisasi aset di Kepri yang kaya akan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar, mengalami kendala karena masuk ke dalam kawasan hutan sehingga belum bisa diterbitkan haknya. “Kepri merupakan provinsi kelautan, jadi banyak keluarga tinggal di pesisir. Semoga dengan adanya rakor ini rumah tangga nelayan di atas pesisir laut itu bisa diberikan hak demi peningkatan ekonomi masyarakat di sini,” imbuh Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Ansar Ahmad.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau, Askani pada kesempatan yang sama menyoroti terkait dengan isu pelepasan kawasan hutan. Menurutnya, inventarisasi pelepasan kawasan hutan lanjutan perlu mengakomodir daerah areal pekarangan yang terdapat sumber ekonomi masyarakat setempat. “Percepatan pelaksanaan inventarisasi pelepasan kawasan hutan lanjutan meliputi objek pelepasan yang dapat mengakomodir tidak hanya areal permukiman tetapi juga areal pekarangan yang merupakan sumber ekonomi masyarakat setempat,” tuturnya. (JR/FM/Red)