Dewan Pers : Permohonan pengujian Judicial Review UU Pers No 40 Tahun 1999 di Makamah Konsitusi RI, Merupakan Pembangkangan terhadap UU Pers
5 min readJAKARTA,sempenanews.com-Dewan Pers hadir sebagai Pihak
Terkait yang menyampaikan keterangan dalam Permohonan Pengujian Materiil Ketentuan sebagai mana tertuang di dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terhadap Ketentuan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat
(2) dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di hadapan Majelis Konstitusi Republik Indonesia.
Menindakanjuti sidang sebelumnya, pada Senin, 11 Oktober 2021, di mana Pemerintah menyampaikan Keterangannya, yang diwakili dan dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika,Usman Kansong, Barkaitan dengan hal itu, maka hari ini Dewan Pers hadir untuk membacakan Keterangannya, yang dihadiri dan diawali pengantar dari Ketua Dewan Pers Mohammad NUH serta dibacakan Wina Armada Sukardi, Frans Lakaseru, dan Dyah Aryani selaku Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Dewan Pers.
Selanjutnya, Kuasa Hukum Dewan Pers membacakan Keterangan Pihak Terkait Dewan Pers setebal 33 halaman secara bergantian dalam persidangan kasus Permohonan Uji Materiil 38/PUU-XIX/2021 yang pada pokoknya menjawab dalil para Pemohon:
1. Dewan Pers menyatkan bahwa secara gramatikal norma-norma yang termuat pada seluruh pasal UU Pers 40/1999 termasuk Pasal 15 ayat (2) huruf f pemaknaannya telah jelas, tidak multitafsir apalagi sumir sehingga Dalil Pemohon yang menyatakan
“Dewan Pers memonopoli pembentukan semua peraturan dan memiliki kewenangan serta mengambil alih peran organisasi Pers menyusun peraturan di bidang Pers”, adalah tidak berdasar sama sekali dan sebagai kesesatan berpikir dan kekeliruan
pemahaman Para Pemohon pada UU Pers 40/1999, mulai dari sejarah
penyusunannya hingga norma-norma dalam UU Pers 40/1999.
Sebab berdasarkan Asas Swa-Regulasi sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers, Dewan Pers dalam praktiknya, penyusunan terhadap aturan di Bidang Pers yang dibutuhkan dan diusulkan oleh Organisasi Pers dengan dasar pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan akan adanya aturan, panduan dan pedoman tertentu, kepastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers, dan meningkatkan kehidupan pers serta dapat berdampak kepada masyarakat luas (publik),
dilaksanakan sesuai dengan fungsi Dewan Pers dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers No 40/1999, yakni difasilitasi oleh Dewan Pers.
SIARAN PERS DEWAN PERS
PERMOHONAN PENGUJIAN JUDICIAL REVIEW UU PERS NO.40 TAHUN 1999
Tindakan Dewan Pers memfasilitasi, memberi dukungan kemudahan, sarana dan prasarana bagi Organisasi Pers dalam menyusun aturan di bidang Pers dilakukan dengan cara :
a. mendiskusikan dan membahas secara simultan hingga diperoleh hasil akhir berupa konsensus atau kesepakatan bersama terhadap penyusunan atas aturan di bidang Pers tersebut;
b. memformalkan dan mengesahkan hasil akhir atas penyusunan aturan di bidang Pers tersebut dalam bentuk Peraturan Dewan Pers.
Contoh nyata penyusunan swa-regulasi ini dapat dilihat di dalam Kode Etik Jurnalistik,
Kode Perilaku Wartawan, Standar Kompetensi Wartawan, Standar Perusahaan Pers,
Standar Organisasi Perusahaan Pers, dan lain-lain.
Dengan demikian telah sangat jelas bahwa sebenarnya yang menjadi substansi persoalan Para Pemohon adalah bukan pada fungsi dari PIHAK TERKAIT Dewan Pers sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (2) huruf f UU Pers 40/1999 yaitu memfasilitasi Organisasi Pers dalam MENYUSUN peraturan di bidang Pers, TETAPI pada ketidaksukaan dan/atau ketidakmauan dan/atau ketidaksetujuan Para Pemohon bahwa
Dewan Pers atas kesepakatan/konsensus bersama Organisasi Pers memformalkan hasil akhir dari penyusunan peraturan di bidang Pers oleh Organisasi Pers dalam bentuk Peraturan Dewan Pers
2. Dewan Pers menyampaikan bahwa dalil Para Pemohon yang menyatakan Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers telah menghambat perwujudan kemerdekaan pers dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta bersifat diskriminatif karena Presiden tidak mengeluarkan Surat Keputusan bagi organisasi yang mereka dirikan sehingga Presiden telah menghambat kemerdekaan pers itu sendiri, merupakan tuduhan keji yang tidak berdasar dan menunjukan kesesatan pola pikir serta ketidaktahuan atau ketidakpahaman Para
Pemohon dalam memahami norma-norma yang ada di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Apabila Presiden menanggapi dan merespons keinginan Para Pemohon untuk menerbitkan Keputusan Presiden sebagaimana uraian permohonan di atas, maka Presiden justru berpotensi melanggar Undang-Undang Pers karena telah jelas dari sisi nomenklatur penamaan, tidak ada penamaan lain selain “Dewan Pers” dan UndangUndang Pers tidak mengenal dan tidak menyebutkan adanya nomenklatur penamaan lain selain “Dewan Pers”, sehingga apabila ada pihak – pihak yang menamakan dirinya
dan menyerupai penamaan Dewan Pers seperti Dewan Pers Indonesia, Dewan Pers Independen, dan sebagainya adalah bukan merupakan amanat dari Undang-Undang Pers.
Selanjutnya Dewan Pers menyampaikan keanggotaan Dewan Pers tidak muncul seketika, namun merupakan keberlanjutan dan satu kesatuan dari sejarah serta peristiwa hukum yang panjang yaitu merupakan peralihan dari Dewan Pers pada masa Orde Baru yang didasarkan pada Undang-Undang Pers pada masa Orde Baru, yang kemudian pascareformasi digantikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melahirkan Keputusan Presiden No 96/M Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers Periode Tahun 2000- 2003 sampai dengan saat ini, yaitu melalui Keputusan Presiden Nomor 33/M Tahun 2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers Periode 2019 – 2022.
Dewan Pers juga menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim Konstitusi yang
disampaikan dalam persidangan sebelumnya, terkait dengan Pendataan di Dewan Pers, yaitu mendata perusahaan Pers menjadi salah satu fungsi dari Dewan Pers, di mana saat ini terdapat 1.678 perusahaan Pers yang meliputi Pers cetak dan Pers elektronik yang telah dilakukan pendataan dan hasil pendataan tersebut dimuat pada laman resmi Dewan https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers yang dengan mudah dapat diakses oleh publik.
Dalam tataran teknis, pendataan Perusahaan Pers yang dilakukan Dewan Pers tak sebatas mencatat, namun melakukan verifikasi yakni memeriksa, meneliti, mencocokan, dan membuktikan secara faktual dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan Pers dengan poin-poin standardisasi perusahaan Pers.
Adapun filosofi pendataan yang dilakukan oleh Dewan Pers untuk menegakan profesionalitas, guna mewujudkan kemerdekaan Pers, sehingga menghasilkan jurmalisme profesional, sekaligus menjadi penegak pilar demokrasi.
3. Dewan Pers dalam keterangannya juga menyampaikan fakta, bahwa ternyata telah ada Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah dilakukan upaya Banding, di mana Pemohon I, Heintje Grontson Mandagie dalam
perkara Permohonan Uji Materill 38/PUU-XIX/2021 a quo adalah juga Penggugat I dan Pembanding I yaitu sebagai Ketua Umum Serikat Pers Indonesia dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia sedangkan Dewan Pers sebagai Tergugat atau Terbanding.
Putusan atas Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), yang diputuskan pada tanggal 21 Agustus 2019, dengan Putusan No 235/Pdt.G.2018/PN.JKT.PST jo. 331/PDT/2019/PT
DKI, berbunyi :
DALAM EKSEPSI :
• Menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard);
DALAM POKOK PERKARA :
• Menolak gugatan Para Pembanding semula Para Penggugat untuk seluruhnya;
• Menghukum Para Pembanding semula Para Penggugat untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat pengadilan, yang pada tingkat banding ditetapkan sebesar 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah).”.
Ada pun dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 331/PDT/2019/PT DKI, yang telah berkekuatan hukum tetap disebutkan.
“Menimbang bahwa Terbanding semula Tergugat menerbitkan atau menetapkan kebijakan, keputusan dan/atau regulasi di bidang Pers khususnya menerbitkan berbagai kebijakan perihal kompetensi wartawan sebagaimana didalilkan Para
Pembanding semula Para Penggugat adalah perbuatan yang sah dari
Terbanding semula Tergugat dalam menjalankan fungsi yang diamanatkan
undang-undang dalam rangka menjamin, melindungi, dan mengembangkan
kemerdekaan Pers, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas Pers Nasional”.
Persidangan Selanjutnya, akan dilaksanakan pada 8 Desember 2021 untuk mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Organisasi Pers seperti PWI, AJI dan IJTI,
serta LBH Pers.
Akhir kata, Dewan Pers mengajak semua insan pers menjamin Pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi yang selama ini telah bersama-sama dijaga dan dirawat dengan sebaikbaiknya sejak Era Reformasi. Kesesatan berpikir dan keinginan untuk memecah-belah
kalangan insan pers seperti yang terlihat di dalam permohonan ini merupakan upaya pelemahan kemerdekaan pers sehingga patut untuk ditolak dan dihadapi bersama-sama. (siaran Pers DP)